Proyek Potensial

Perencanaan Proyek Investasi Sidotopo
Latar Belakang :

Perkembangan dan dinamika Kota Magelang yang pesat sebagai kota jasa saat ini tidak lepas dari kondisi geografis yang ada walaupun luasnya hanya 18, 12 Km2 . Secara geografis Kota Magelang terletak pada 110012’30” – 110012’52” Bujur Timur dan 7026’28” - 7030’9” Lintang Selatan serta terletak pada posisi strategis, karena berada tepat di tengah tengah Pulau Jawa dan berada di persilangan jalur transportasi dan ekonomi antara Semarang – Magelang – Yogyakarta dan Purworejo, disamping berada pada persimpangan jalur wisata lokal maupun regional antara Yogyakarta - Borobudur – Kopeng dan Dataran Tinggi Dieng. Letak strategis Kota Magelang juga ditunjang dengan penetapan Kota Magelang sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kawasan Purwomanggung (Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang) dalam Rencana Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah. Secara Topografis Kota Magelang merupakan dataran tinggi yang berada kurang lebih 380 m diatas permukaan laut, dengan kemiringan berkisar antara 50 – 450, sehingga Kota Magelang merupakan wilayah yang bebas banjir dengan ditunjang keberadaan sungai Progo di sisi barat dan sungai Elo di sisi timur.

Klimatologi Kota Magelang dikategorikan sebagai daerah beriklim basah dengan curah hujan yang cukup tinggi sebesar 7,10mm/tahun. Secara administratif Kota Magelang terbagi atas 3 Kecamatan dan 17 Kelurahan dengan batas batas wilayah Sebelah Utara Kecamatan Secang, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Sebelah Timur adalah Sungai Elo, Kecamatan Tergalrejo, Kabupaten Magelang. Sebelah Selatan adalah Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang dan Sebelah Barat adalah Sungai Progo, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. Pemerintah Kota Magelang telah melakukan study melalui Highest Best Use (HBU) terhadap lahan milik Pemerintah Daerah yang mempunyai prospek untuk dikembangkan salah satunya adalah Kawasan Sidotopo. Highest Best Use (HBU) adalah penggunaan yang paling memungkinkan dan di izinkan dari suatu atau tanah yang sudah dibangun, yang mana dibenarkan oleh peraturan, secara fisik memungkinkan, layak secara keuangan dan menghasilkan nilai tertinggi. HBU dari suatu properti tidak tergantung dari analisis subyektif, siapa pemilik, pengembang maupun penilai properti sekalipun, tetapi HBU ini tercipta akibat adanya kekuatan persaingan pasar dimana properti tersebut terletak.